DIA PART I
Tahukah
kalian rasanya seseorang yang tengah jatuh
cinta ? ya, pasti kalian tau dan pernah merasakannya, sama seperti aku. Tetapi,
itu dulu … 4 tahun yang lalu. Ketika aku masih tinggal di pondok pesantren, aku
bertemu dengannya, seorang laki-laki yang berhasil menarik perhatianku karena
tingkah dan kepribadiannya. Pertama kali, aku melihat dia saat upacara memperingati 17
agustusan, saat itu dia menjadi salah satu anggota kelompok paskibraka. Laki-laki
itu mengingatkanku pada sosok yang pernah ku kenal sebelumnya. Aku berusaha
mencari informasi lebih dalam tentang dia, namanya, apakah dia satu angkatan
denganku? Hatiku menebak-nebak dengan rasa penasaran yang tinggi.
Aku semakin penasaran dengan sosoknya
? sosok yang pernah kulihat sebelumnya ketika aku belum menetap di pondok pesantren
ini, karena rasa ingin tauku yang tinggi, akhirnya aku bertanya dengan teman
sebelahku. Aku bertanya kepada temanku tentang nama laki-laki itu, temanku
menjawab.
“
oh namanya essant “ aku hanya mengiyakan kemudian kembali bertanya kepada
temanku.
“
dia satu angkatan yah sama kita? “
“
iya, dia satu angkatan sama kita, memangnya kamu tidak pernah melihat dia?”
temanku menatapku heran, sepertinya ia bingung mengapa aku tak mengenali
essant, terlihat dari alisnya yang sedikit terangkat.
Aku
menggeleng lemah,” iya aku tidak pernah melihatnya maka dari itu aku bertanya
padamu”.
Beberapa hari kemudian, ketika aku melewati
kantor sekolah, tiba-tiba saja ada yang memanggilku dari samping, dan aku
langsung menoleh ke arahnya. “ hi, cha dapat salam nih dari dia,” temanku menyenggol
tubuh laki-laki di sebelahnya. Aku tak dapat melihatnya karena dia
membelakangiku. “ dia siapa?” tunjukku, tetapi rasanya aku mengenal dia. Tak
lama setelah aku bertanya, dia langsung membalikan badan dan aku terkejut,
diapun salah tingkah sama sepertiku. Pandangannya malu-malu saat menatapku.
Akupun memutuskan untuk langsung melangkahkan kakiku menuju asrama.
Aku sering bertemu dengannya karena
kebetulan kelas kami yang letaknya bersebelahan, dan berawal dari pertemuan
sering inilah aku berkali-kali mendengar suaranya menyapaku. Namun ketika aku
memalingkan wajah berusaha mencari sumber suara itu dia hanya berdiam diri
seolah-olah bukan dialah yang memanggil. Mungkin dia malu itu sebabnya dia
memanggilku tanpa tujuan yang jelas.
Aku mulai merasakan sesuatu yang aneh
di dalam diriku ketika berpapasan dengannya, contohnya saat aku berada dikelompok
yang sama dengannya. Aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat dari
biasanya, ada rasa senang bercampur nervous yang bersatu didalam hatiku. Sepertinya
aku sedang merasakan apa yang orang-orang sebut….. mungkin ini yang dinamakan
jatuh cinta. Oh ya, aku tak perlu takut rasa cintaku ini tak terbalas karena
sepertinya dia juga menyukaiku, terlihat dari sorot matanya yang tak pernah
lepas memandangku.
“
kamu mau aku mengembalikan bukumu? ” nadanya seperti meledek, membuatku sedikit
kesal karena tingkahnya yang menyebalkan. Buku yang ku anggap hilang dan
mati-matian aku cari ternyata ada di tangannya.
“
udah deh, sini kembaliin buku aku! “ masih dengan wajah yang cemberut, aku tak
ingin berbicara lebih dengannya. Tetapi tiba-tiba dia menghampiriku dengan
membawa sebuah coklat ditangannya.
“
Bukunya aku kembaliin nanti malam asalkan kamu mau menerima coklatku.” Ucapannya
sedikit melembut, aku menatapnya sebal kemudian tersenyum. Dia juga tersenyum
kepadaku.”
“
iya coklatnya aku terima, tapi jangan lupa yah kembalikan bukuku nanti malam. ”
dia mengangkat ibu jarinya pertanda “Ya”.
Kemudian berlalu dari hadapanku dan kembali bermain bersama teman-temannya.
Pada malam harinya aku dan teman-teman
yang lain berkumpul disalah satu aula pondok pesantrenku untuk menilai salah
satu temanku yang tadi siang melakukan praktek mengajar. Ekor mataku
mencari-cari keberadaan dia, aku mencarinya bukan untukku berzinah mata tetapi
ingin menagih bukuku yang berada di tangannya. HAP! Akupun menemukannya.
“
Mana buku aku?”
Dia menoleh sekilas ke arahku dan
menunjukkan senyum manisnya “ nanti aja bukunya aku kasih, sekarang bantuin aku
buat nulis materi ini. “ aku hanya mengangukkan kepala dengan pasrah karena
malas memperpanjang urusan dengannya.