Nama : Rica Purnama Sari
NPM : 18611369
Kelas : 3SA02
Melewati
sebuah perjuangan
“
AMALIAH TADRIS ”
Malam
hari yang sunyi, tiba - tiba di gemparkan oleh kamar nihaiyah yang seolah -
olah telah menjadi Pasar. Ternyata, disaat itu ada pengumuman pembagian
kelompok Amaliah Tadris – Sebuah kata
dari bahasa arab yang artinya Praktek Mengajar. Amaliah Tadris termasuk salah satu dari sebuah syarat kelulusan
santriwan – santriwati Pondok Pesantren Modern Al- Mizan.
Semua penghuni kamar itu sibuk melihat pengumuman tersebut. dan
ternyata aku menjadi bagian dari kelompok VIII yang beranggotakan: Aku, Elia,
Titimah, Selvia, Rif’ah, Anto, Arief, Asep, Fikar, Riza, Syaidina. “ aku mampu
ga yah melewatinya ?”, terlintas dalam benakku. Untungnya, Sebelum pelaksanaan Amaliah Tadris dilaksanakan, akan ada
pengarahan Amaliah Tadris oleh
Pimpinan Pondok Pesantren - Ust.Drs.KH. Anang Azhari Alie, M.pd.I.
Rabu (16/3), Dilaksankannya Pengarahan
Amaliah Tadris. Bapak Pimpinan Pondok
telah menjelaskan bagaimana Amaliah
Tadris itu, dan ia berkata “ Bukan berarti orang pintar itu professional
bisa jadi orang yang biasa bisa lebih professional karena persiapan yang sering
dilakukannya”. Aku termotivasi setelah mendengar hal tersebut.
Menjadi
siswa-siswi kelas akhir di Pondok itu sangat berat ujiannya, banyak sekali
rintangan dan perjuangan yang harus aku lewati, misalnya AMALIAH TADRIS yang satu
ini.
Tiba
waktunya Mata pelajaran dan ruang kelas dibagikan, Pada saat itu aku sangat berharap
mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris karena aku menyukainya dan menurutku mudah
untuk menjalani Amaliah Tadris tapi,
nyatanya tidak aku mendapatkan pelajaran yang tidak kusukai yaitu Mahfudzot (pelajaran dalam bahasa arab)
untuk kelas 2 SMP.
Dalam tiga hari diberi waktu untuk mempersiapkannya,
dengan kalimat basmallah aku mulai dengan pembuatan referensi persiapan Amaliah Tadris sebut saja I’dad. Hari pertama Pulpenku sudah
menari-nari diatas kertas dan
selama berjam-jam memutar otak kiriku untuk berfikir hingga aku lelah, dan akan
ku lanjutkan lagi esok harinya.
Udara
pagi itu sangat sejuk membuat otakku fresh
kembali dan membuat pulpenku menari -nari lagi diatas kertas sampai I’dad selesai. Kemudian segera mungkin
aku pergi ke ustadz pembimbing menyerahkan I’dad untuk di koreksi. “I’dad ini akan
ustad koreksi dulu yah, tunggu sampai bada magrib”,ujarnya. Aku mengambil
keputusan dengan menggunakan waktu sebaik mungkin dengan latihan mengajar
sendiri di kamar atau di kelas. Waktu seakan berputar lebih cepat sampai
akhirnya, adzan magrib dikumandangkan, aku bergegas tuk pergi sholat dan mengaji di masjid. Setelah semua sudah selesai. aku segera
mengambil I’dad di pembimbing. Ketika I’dad
sudah di tanganku kembali ternyata banyak yang harus ku revisi.
“Tak
punya banyak waktu lagi dan harus di selesaikan”, dengan menghela nafas yang
panjang.
Waktu
tinggal sehari lagi, Alhamdulillah I’dad sudah jadi dan latihan demi latihan sudah
ku jalani hingga matahari tenggelam. Malam itu terasa lebih lama dari
sebelumnya, mungkin karena esok hari aku akan berperang melawan rasa
kegugupanku saat aku menjadi seorang guru.
Matahari
sudah menampakkan dirinya, menandakan bahwa tepatnya Rabu, 23 Maret 2011
praktek mengajarku tiba. Aku bersiap-siap merapihkan diri, kemudian
mempersiapkan sesuatu untuk mengajar yaitu I’dad dan peralatan lainnya.
Semua
anggota kelompok dan pembimbingku sudah menungguku dikelas untuk melihat cara
aku mengajar sebagai seorang guru. Perasaanku
masih saja dag-dig-dug, jantung terasa lebih cepat berdetak dan darahpun
mengalir lebih cepat dari sebelumnya. Akhirnya dengan mengucapkan kalimat
basmalah. Aku segera masuk ke kelas dan
mulai mengajar. Ketika itu perasaanku mulai tenang dan percaya diri dalam
mengajar pelajaran mahfudzot terasa seakan lebih mudah daripada sebelumnya
walaupun masih sedikit gugup.
Detik demi detik, menit demi menit hingga satu jam pun berlalu, akhirnya
selesai sudah Amaliah Tadrisku.
Kemudian aku keluar kelas tetapi menangis antara sedih dan bahagia. Sedih
karena ada salah satu metode pengajaran yang terlupakan dan rasanya
kuulang sekali lagi Amaliah Tadris
itu tapi, yang lalu biarlah berlalu. Dan bahagianya yaitu aku sudah berhasil melewati
salah satu syarat kelulusan yang membuat bibirku ini tersungging J.
Evaluasi pengajaran telah di
mulai di Tribun. Koreksian demi koreksian dari teman sekelompok dan pembimbing,
ku dengarkan dengan baik agar bisa memperbaikinya di hari nanti ketika aku
menjadi seorang Guru sesungguhnya. Sesudah evaluasi, Aku mendokumentasikan
amaliah ini dengan mengabadikan
kebersamaan. Alhamdulillah, Aku berhasil melewati sebuah perjuangan ini J .
0 comments:
Posting Komentar