Malam
hari yang sunyi, tiba- tiba di gemparkan oleh kamar nihaiyah yang seolah- olah menjadi
Pasar. Ternyata, disaat itu ada pengumuman pembagian kelompok amaliah tadris –
sebuah kata dari bahasa arab yang artinya praktek mengajar. Amaliah Tadris termasuk salah satu dari sebuah
syarat kelulusan santri – santri Pondok Pesantren Al-mizan.
Semua
penghuni kamar itu sibuk melihat pengumuman tersebut. Akhirnya aku menjadi bagian
dari kelompok VIII yang beranggotakan: Aku, Elia, Titimah, Selvia, Rif’ah,
Anto, Arief, Asep, Fikar, Riza, Syaidina. “ aku mampu tidak yah ?”, terlintas
dalam benakku. Untungnya, Sebelum pelaksanaan Amaliah Tadris dilaksanakan, akan ada pengarahan Amaliah Tadris dari Pimpinan Pondok Pesantren
- Ust.Drs.KH. Anang Azhari Alie, M.pd.I.
Rabu
(16/3), Dilaksankannya Pengarahan Amaliah
Tadris. Bapak Pimpinan Pondok telah menjelaskan bagaimana amaliah tadris itu,
dan ia berkata “ Bukan berarti orang pintar itu professional bisa jadi orang
yang biasa bisa lebih professional karena persiapan yang sering dilakukannya”.
Aku menjadi semangat mendengar hal tersebut. Pembagian mata pelajaran dan kelas
dibagikan, saat itu aku sangat berharap mendapatkan pelajaran bahasa inggris karena
pelajaran tersebut yang aku sukai dan pastinya mudah untuk mengajarkannya kepada
orang lain tapi nyatanya tidak, aku mendapatkan pelajaran yang paling aku tidak
suka yaitu- Mahfudzot ( pelajaran dalam bahasa arab) untuk kelas 2
SMP.
Dalam
tiga hari diberi waktu untuk mempersiapkannya, dengan kalimat basmallah aku mulai
dengan pembuatan referensi persiapan amaliah sebut saja I’dad. Hari pertama Pulpenku sudah menari-nari diatas kertas selama berjam-jam, memutar otak kiriku
untuk berfikir hingga aku lelah, dan akan ku lanjutkan lagi esok harinya.
Udara
pagi itu sangat sejuk membuat otakku fresh
kembali dan mulai membuat pulpenku menari-nari di kertas sampai I’dad itu selesai. Ketika, I’dad
itu sudah selesai segera mungkin aku pergi ke pembimbing menyerahkan makalah tersebut untuk
di koreksi. “I’dad ini akan ustad koreksi
dulu yah, tunggu sampai bada magrib ”, ujarnya. Aku
mengambil keputusan dengan menggunakan waktu sebaik mungkin dengan latihan mengajar
sendiri di kamar atau di kelas. Waktu seakan berputar lebih cepat sampai akhirnya
adzan magrib dikumandangkan, aku bergegas tuk pergi sholat jamaah di masjid. Beberapa
menit kemudian setelah pengajian selesai, aku segera mengambil makalah amaliahku.
Ketika makalah itu sudah di tanganku kembali ternyata banyak yang harus direvisi
ulang. “Tak punya banyak waktu lagi dan harus di selesaikan”, dengan menghela nafas
yang panjang.
Waktu
tinggal sehari lagi, Alhamdulillah I’dad sudah jadi dan latihan demi latihan sudah ku
jalani hingga matahari tenggelam. Malam itu terasa lebih lama dari sebelumnya,
mungkin karena esok hari aku akan berperang melawan rasa kegugupanku saat aku menjadi
seorang guru. Matahari
sudah menampakkan dirinya, menandakan bahwa tepatnya Rabu, 23 Maret 2011
praktek mengajarku tiba. Aku bersiap-siap merapihkan diri, kemudian mempersiapkan
sesuatu untuk mengajar yaitu I’dad dan
peralatan tulis lainnya.
Semua
anggota kelompok dan pembimbingku sudah menungguku dikelas untuk melihat cara aku
mengajar sebagai seorang guru. Perasaanku masih saja dag-dig-dug, jantung terasa
lebih cepat berdetak daripada sebelumnya. Akhinrya dengan mengucapkan kata
basmalah “bismillahirrohmannirahim ” aku segera masuk ke kelas dan mulai mengajar. Ketika itu perasaanku mulai
tenang dan percayadiri dalam mengajar pelajaran mahfudzot terasa seakan lebih mudah
daripada sebelumnya walaupun masih sedikit grogi.
Detik demi detik, menit demi menit hingga 1 jam berlalu, akhirnya
selesai sudah praktek mengajarku. Alhamdulillah, ucap syukurku kepada Allah
SWT. Walaupun tidak terlalu senang karena ada satu metode yang terlupakan membuatku
menagis.
Rasanya sedih inginku ulang
lagi saat- saat tadi, tapi yang lalu biarlah berlalu. Hal terpenting yaitu aku sudah
melewati salah satu syarat kelulusanku yang membuatku tersenyum bahagia. Evaluasi pengajaran di mulai di Tribun. Koreksian demi
koreksian dari teman sekelompok dan pembimbing, ku dengarkan dengan baik agar bisa
memperbaikinya di hari nanti ketika aku menjadi seorang Guru yang sesungguhnya. Sesudah evaluasi, aku mendokumentasikan amaliah ini dengan berfoto
bareng teman sekelompok dan pembimbing.
Kemudian, aku mentraktir teman sekelompok di Warleskarena membagi kebahagiaan dengan orang
lain itu menyenangkan. Man Jadda Wajada ( Barang siapa yang
bersungguh – sungguh maka berhasilah ia) akan selalu menjadi motivasik. Kalian
harus bisa.
0 comments:
Posting Komentar